MASHUDI
Lewat
sentuhan tangan dinginnya, Gerakan Pramuka berkembang pesat. Tak
hanya di Tanah Air, tapi di mata dunia. Tak heran jika beliau
mendapat penghargaan Bronze
Wolf Award
–sebuah penghargaan tertinggi di ranah kepanduan— dari World
Organization of Scout Movement
(WOSM).
Beliau
dilahirkan di Cibatu, Garut, Jawa Barat, pada 11 September 1920.
Mashudi selanjutnya dibesarkan di Tasikmalaya, Jawa Barat. Pendidikan
formal beliau dimulai dari pendidikan di HIS dan MULO Pasundan
Tasikmalaya, kemudian melanjutkan ke AMS B di Yogyakarta. Mashudi
juga pernah kuliah di THS Bandung, yang belakangan berganti nama
menjadi ITB. Namun, kuliah tak sempat diselesaikannya, karena Mashudi
memilih berjuang membela Indonesia dalam perang kemerdekaan RI.
Berpuluh tahun kemudian, Mashudi mendapatkan gelar Doktor Honoris
Causa dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, yang
sebelumnya bernama IKIP Bandung.
Dalam
perjalanan kariernya, Mashudi pernah menjadi Gubernur Jawa Barat pada
tahun 1960-an. Beliau juga pernah menjadi Wakil Ketua Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara antara 1967 sampai 1972. Namun yang
paling fenomenal mungkin adalah ketika Mashudi menjadi Ketua Kwartir
Nasional Gerakan Pramuka antara 1978 sampai 1993.
Berkat
kepiawaiannya memimpin organisasi ini, beliau pun dianugerahi Bronze
Wolf Award
dari World
Organization of Scout Movement
(WOSM) menganugerahi, penghargaan tertinggi dalam dunia kepanduan.
Hanya ada empat orang Indonesia yang tercatat pernah menerima Bronze
Wolf Award. Selain Mashudi, mereka adalah almarhum Sri Sultan
Hamengku Buwono IX, almarhum H Azis Saleh, dan almarhum Liem Beng
Kiat.
Mashudi
juga menunjukkan kembali tangan dinginnya ketika menjadi Ketua Umum
Perkumpulan Filatelis Indonesia dari 1989 sampai 2000. Saat itu,
Mashudi bersama PT Pos Indonesia dan Direktorat Jenderal Pos dan
Telekomunikasi, berhasil menjawab tantangan Menteri Pariwisata, Pos,
dan Telekomunikasi (alm) Susilo Sudarman, untuk menambah jumlah
pengumpul prangko (filatelis) yang hanya sekitar 10.000 orang menjadi
sekitar 1 juta orang! Walaupun dari jumlah itu yang akhirnya
benar-benar meneruskan hobi filatelinya kurang dari 1 juta, tapi
pencapaian angka yang berkali-kali lipat itu sungguh fantastis.
Selain
dua kegiatan yang terutama merupakan kegiatan pendidikan bagi kaum
muda Indonesia, Mashudi juga terlibat dalam dunia pendidikan formal.
Beliau tercatat sebagai Ketua Yayasan Universitas Siliwangi
Tasikmalaya, Ketua Yayasan Universitas Pakuan Bogor, serta Dewan
Penyantun Universitas Pendidikan Indonesia. Di samping pernah pula
menjadi Direktur Utama Purna Tarum Murni yang bergerak di bidang LPG,
serta Ketua Dewan Pleno Dewan Harian Angkatan '45 Pusat. Keaktifannya
dalam bidang pendidikan, membuat banyak tokoh pendidikan menyampaikan
belasungkawa atas kepergian beliau 3 tahun silam dalam usia 85 tahun.
Di
kalangan pramuka, Mashudi yang akrab dipanggil dengan Kak Mashudi,
jelas merupakan tokoh yang dicintai dan dihormati. Sosoknya
yang tegas, disiplin, namun akrab, sangat dirasakan para pramuka.
Beliau tak suka ’ngaret’
dan selalu tegas dalam memimpin Gerakan Pramuka.
Mashudi
memang tokoh yang mendunia, namun sekaligus cinta pada Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Beberapa tahun lalu, ketika
terjadi perpecahan di sana-sini dalam bentuk kerusuhan antarsuku,
antargolongan, dan antaragama, serta munculnya ide untuk menjadikan
Indonesia sebagai suatu negara federasi, Mashudi mengatakan,”Saya
sedih melihat Indonesia yang di ambang perpecahan. Kamu,
kaum muda, harus membantu mempertahankan NKRI tetap satu dan jaya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar